Suara Merdeka
13 April 2012
MENARIK, ide kreatif Jokowi, Wali Kota Solo, yang kini maju sebagai
cagub DKI Jakarta. Dia berencana memproduksi secara massal kemeja
kotak-kotak seperti yang dia pakai bersama Ahok (Basuki Tjahaya Purnama)
saat mendaftar ke KPU DKI Jakarta beberapa waktu lalu untuk biaya
kampanye (SM, 02/04/12).
Alasan yang diungkapkan terkait ide jualan baju kotak-kotak ini adalah
karena dia tidak memiliki cukup dana dan cukup bandar (sponsor) jika
harus membagi-bagikan kaus, spanduk, apalagi bagi-bagi uang. Jawaban
yang ringan namun cerdas. Bahkan menyentil beberapa calon kepala daerah
lain yang ketika memasuki masa kampanye sibuk mencari donatur untuk
membiayai kampanye.
Kesan calon pemimpin yang kreatif dan pekerja keras akan tersemat
padanya berkat ide brilian ini. Meskipun beberapa kalangan melihat cara
ini sebagai trik klise mencari perhatian, alumnus Fakultas Kehutanan UGM
itu tidak ambil pusing. Dalihnya, sebagai mantan pengusaha, jiwa bisnis
bisa muncul di mana dan kapan saja. Konsekuensinya pun jelas yakni
untung atau buntung.
Ide mem-branding-kan sebuah kostum untuk kampanye bagi Jokowi memang
bukan kali pertama. Saat maju kali pertama sebagai calon kepala daerah
Solo, dia tampil dengan ciri khas jaket yang dikenakannya tiap hari.
Begitu juga ketika maju kali kedua, dia memakai baju batik bermotif
godong kates (daun pepaya-Red). Namun, ide memproduksi massal baju
kotak-kotak untuk biaya kampanye baru kali pertama.
Baju kotak-kota, menurut dia, menunjukkan siap menjadi pemimpin di
tengah pluralitas warga Jakarta. Toh baju ini tidak identik dengan warna
dan lambang partai yang mengusungnya sehingga ketika musim pilkada usai
baju ini tetap nyaman dikenakan. Tak seperti kaus partai yang sering
kita temui berbahan tipis dengan kualitas di bawah standar. Belum lagi
keengganan si pemakai untuk kembali mengenakannya di kemudian hari jika
”empunya” kaus kalah dalam pemilu.
Ekonomi Daerah
Bahan baju kotak-kotak ini dibeli dari Pasar Grosir Tanah Abang Jakarta
untuk kemudian dijahit di pusat UKM konfeksi di Kalioso Kabupaten
Karanganyar dan Kalijambe Kabupaten Sragen. Ratusan tenaga kerja akan
terserap. Mulai penjual kain, jasa pengiriman barang, sopir, penjahit
baju, hingga penjual baju di pasar-pasar tradisional.
Hal ini juga dapat dimaknai bahwa Jokowi lebih memilih berkoalisi dengan
UKM dan pedagang kecil ketimbang pengusaha properti di Jakarta yang
lebih tebal uangnya. Alasannya cukup gampang diraba. Politik balas jasa
yang lazim terjadi di berbagai daerah bisa diminimalisasi. Sebagaimana
kita sadari ketika ada calon kepala daerah maka pengusaha berduyun-duyun
menawarkan bantuan. Utamanya menjaring suara dari si miskin yang
jumlahnya lebih besar dari pengusaha. Kemudian ketika calon itu
memenangi pilkada mereka akan meminta balas jasa berupa kemudahan
perizinan atau kemudahan lainnya.
Terkait dengan konsep Jokowi, nilai positif lain yang bisa kita ambil
adalah masyarakat diajak kembali, atau minimal diingatkan, untuk menoleh
atau memilih produk dalam negeri. Baju kotak-kota yang semula dibeli di
toko di Jakarta seharga Rp 400 ribu per 3 potong atau rata-rata Rp135
ribu/ kemeja akan diproduksi dan dijual ulang dengan harga Rp 75 ribu-Rp
100 ribu per potong. Terlihat lebih murah, namun UKM dan para pengecer
tetap bisa memperoleh keuntungan.
Selain bisa menggalang dana kampanye, UKM dan home industry di Jateng
pun akan mendapat berkahnya. Omzet penjualan meningkat dan ciri khas
daerah juga menguat. Bahkan jika sang calon kepala daerah tersebut belum
berhasil memenangi pilkada, ia telah berjasa mengangkat ekonomi
masyarakat kecil. (10)
— Rif’an Zaenal Ehwan SPd, guru SMAN 1 Jakenan dan SMK Nasional Pati (/)
0 komentar
Posting Komentar